Dukung Langkah Kuasa Hukum Delima Ida, IPW: Polda Riau Harusnya Kedepankan Sikap Promoter
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melontar kritik terhadap kinerja penyidik Polda Riau yang ramai diberitakan media akibat ulah dua oknum penyidik di Subdit IV yang diduga melakukan "abuse of power" terhadap masyarakat.
Pekanbaru, Beritatimur.id-Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melontar kritik terhadap kinerja penyidik Polda Riau yang ramai diberitakan media akibat ulah dua oknum penyidik di Subdit IV yang diduga melakukan "abuse of power" terhadap klien dari Tim Kuasa Hukum Delima Ida Tambunan dalam kasus tanah.
"Apa [melaporkan oknum penyidik] yang dilakukan kuasa hukum Delima Ida itu adalah langkah yang tepat dan sebagai upaya masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum serta perlindungan dari sikap sewenang wenang aparatur Polda Riau," ungkap Neta melalui percakapan whatsapp, Kamis (12/12/2019).
Menurut Pane, sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, Kapolda harus merespon laporan ini. "Sebab apa yang dilakukan dua anggota Polda Riau ini sangat mengganggu profesionalisme dan independensi kepolisian. Kedua anggota Polda Riau lebih mengedepankan sikap arogansi dan kesewenang wenangan," tegasnya.
Ia pun menyarankan kepada kuasa hukum, selain melapor kepada Kapolda, sebaiknya juga melaporkan kedua polisi itu ke propam Polda Riau dengan tuduhan telah melakukan tindakan sewenang wenang dan melanggar etika profesi kepolisian yang seharusnya mengedepankan sikap promoter (profesional, modern dan terpercaya) sesuai konsep Kapolri.
"Jika sikap arogansi dan kesewenang wenangan anggota Polri ini dibiarkan, kepastian hukum tidak akan pernah terbangun dan Polda Riau akan semakin dicibir masyarakat," pungkas Neta Pane.
Pernyataan IPW ini sebagai respon terhadap pemberitaan sebelumnya yang tayang di beritatimur.id,Selasa, 10/12/2019 | 01:46 berjudul : Tim Kuasa Hukum Delima Tambunan Mengadukan Oknum Penyidik ke Kapolda Riau.
Kuasa Hukum Delima Ida Tambunan kembali melakukan protes atas tindakan oknum penyidik Polda Riau yang menurut mereka beraroma penyalahgunaan wewenang. Kali ini Tim dari Kantor Advokat Tatang Suprayoga,SH,MH dan Rekan itu mengajukan permohonan klarifikasi tentang surat penetapan penggeledahan Pengadilan Negeri Pekanbaru, kepada Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi terkait kasus sengketa lahan klien mereka.
"Kami dari Kantor Advokat Tatang Suprayoga,SH,MH dan Rekan, hari ini, Senin tanggal 9 Desember 2019, secara resmi mengantarkan surat permintaan klarifikasi kepada Bapak Kapolda Riau terkait masalah hukum klien kami, yakni Delima Ida Tambunan selaku ahli waris dari (alm) Dumaria Pakpahan," kata Tatang Suprayoga, SH,MH melalui siaran pers yang diterima redaksi beritatimur, Senin (9/12/2019) malam.
Menurut Tatang dalam rilisnya, selain kepada Kapolda, surat permohonan klarifikasi juga disampaikan langsung kepada Dirreskrimum, Kabid Propam dan Kabag Wassidik Polda Riau.
Dijelaskan, surat permohonan klarifikasi yang juga ditembuskan kepada Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri di Jakarta serta Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Kajati Riau, itu terkait "Surat Penetapan Penggeledahan Pengadilan Negeri Pekanbaru". Terdapat tujuh poin yang disampaikan dalam surat tersebut kepada Kapolda Riau.
"Intinya, yang tadi kami sampaikan dalam surat tersebut, bahwa berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Pekanbaru sudah jelas dan terang bahwa pemilik lahan adalah klien kami. Namun sampai saat ini pihak penyidik Polda Riau tidak menghentikan proses Penyelidikan Perkara. Bahkan semakin melakukan tindakan yang kami duga mencoba kriminalisasi," ungkap Tatang dalam rilisnya.
Pada point pertama, Kuasa Hukum Delima Ida Tambunan menyebutkan pihak Polda Riau tidak menghormati Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam Perkara Perdata Nomor 29/PDT.G/2019/PN.PBR.
Kedua, Pihak Polda Riau diduga melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena melakukan penggeledahan pada tanggal 27 November 2019 terhadap klien mereka yang dipimpin oleh AKP. Hendri Suparto,S.Sos, dari Unit 5 Subdit IV. "Namun (mereka) tidak menunjukkan surat Penetapan dari Pengadilan Negeri Pekanbaru tersebut," .
Ketiga, bahwa setelah pihaknya melakukan konfirmasi ke PN Pekanbaru, sebut Tatang, melalui Panitera Muda Pidana, ternyata tidak ditemukan data Registrasi Surat Penetapan tersebut. Dengan kata lain, PN Pekanbaru tidak pernah mengeluarkan surat persetujuan penggeledahan tersebut.
Keempat, Pengadilan Negeri Pekanbaru melalui Humas menyatakan tidak mungkin mengeluarkan Surat Penetapan Penggeledahan terhadap sebuah Perkara Perdata yang sudah diputus menang oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam surat klarifikasi itu kuasa hukum Delima Ida Tambunan juga mempertanyakan alasan pihak Polda Riau, yakni Kasubdit IV AKBP Rido Purba, SIK,MH, melakukan pemanggilan sebagai saksi terhadap Advokat Magang Wesly Samuel S Siburian,SH, agar menghadap AKP. Hendri Suparto,S.Sos dengan surat Panggilan Nomor : S.Pgl/1063/XII/2019/Reskrimum.
"Sementara yang bersangkutan merupakan Advokat Magang yang berkantor di Kantor Hukum & Mediator ROLAND L PANGARIBUAN, SH. Jelas kami merasa bingung, apa mungkin orang yang mengantar surat alat bukti surat tanah yang dileges kepada saudara Penyidik Pembantu dan atas Perintah Penyidik Pembantu (Brigadir Wandi Saputra,SH) dapat diperiksa sebagai saksi?" kata Tatang.
Kelima, kuasa hukum Delima Ida Tambunan melakukan pengaduan ini agar oknum Polda Riau seperti yang disebutkan di atas tidak mengulangi perbuatan terhadap masyarakat lainnya, karena akan berakibat merendahkan Harkat, Martabat, dan Wibawa Penegak Hukum serta demi Kepastian Hukum;
"Karena itu, demi tegaknya Reformasi Hukum kami meminta agar Bapak Kapolda Riau menindak tegas Oknum Polisi yang diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dan tidak Profesional dalam melaksanakan tugas," demikian Tatang Suprayoga.
Perbuatan Melawan Hukum
Dalam surat tersebut, pihak kuasa hukum Delima Ida Tambunan juga menyampaikan kepada Kapolda Riau adanya dua nomor laporan polisi (LP) dengan pelapor dan terlapor yang sama serta objek perkara yang sama.Masing-masing No. 436/XI/2017/SPKT/RIAU tanggal 11 Oktober 2017 dan No. LP/83/II/2018/SPKT/RIAU tanggal 25 Februari 2018. "Menurut pendapat kami, penerbitan 2 (dua) LP adalah Perbuatan Melawan Hukum," ujar Tatang.
Dalam rilisnya Tatang juga menjelaskan kronologis perkara tersebut yang berawal dari kasus perdata yang sudah dimenangkan oleh kliennya yakni ahli waris dari Dumaria Pakpahan yaitu Dina Dormina Tambunan dengan Putusan Nomor 29/PDT.G/2019/PN.PBR di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam putusannya, PN Pekanbaru menolak provisi Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi; Menolak eksepsi Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi dan Tergugat II untuk seluruhnya.
Sedangkan Dalam Pokok Perkara, PN Pekanbaru: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi untuk sebagian; 2. Menyatakan Perbuatan Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan segala akibat hukumnya terhadap hak milik Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi, yaitu menguasai/ menduduki, yang terletak sebagaimana dahulu di Desa Labuh Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten TK Kampar, kemudian beralih menjadi Kelurahan Labuh Baru kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, sekarang dikenal jalBeringin Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru, Provinsi Riau;
Pada Point 4, PN Pekanbaru menyatakan alas hak Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi yaitu Surat Keterangan Ganti Kerugian register Nomor. 555/ 037- KT/ X/ 97 tanggal 20-10-1997 dengan ukuran luas 19.400 M2 dengan batas- batas sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Jalan Ukuran 194 M; Sebelah Selatan dengan Tanah Sulasmi Ukuran 194 M; Sebelah Timur dengan Jalan Ukuran 100 M; dan Sebelah Barat dengan Jalan Ukuran 100 M.
Dalam putusan itu, PN Pekanbaru menyatakan; (1) Sertipikat Hak Milik Nomor. 1466 tahun 1995 atas nama Almarhum Asnam Sunar Tergugat II yang sekarang Sertipikat Hak Milik Nomor. 3040 atas nama Syamsurizal dinyatakan tidak sesuai dengan objek yang dikuasai; (2) Menyatakan turunan produk Sertipikat Hak Milik Nomor. 1466 tahun 1995 atas nama Almarhum Asnam Sunar dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum atas objek tanah perkara aquo; (3) Menghukum Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi dan Tergugat II ataupun pihak lain yang mendapatkan hak dari Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi untuk menyerahkan dan mengosongkan tanah seluas 19.400 M2 dengan ukuran Panjang 194 meter dan lebar 100 meter terletak sebagaimana dahulu di Desa Labuh Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten TK Kampar, kemudian beralih menjadi Jalan Sidorukun RT.IV, RW. XIII, Kelurahan Labuh Baru kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, sekarang dikenal jalan Beringin Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru, Provinsi Riau kepada Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi sekaligus dan seketika;
PN Pekanbaru dalam bunyi putusan lainnya menyatakan: Menghukum Tergugat I Konvensi/ Penggugat rekonvensi dan Tergugat II untuk membayar biaya yang timbul dari perkara ini sebesar Rp. 6.895.000.00.- (enam juta delapan ratus sembilan puluh lima ribu rupiah)
Alamsyah,HH.SH.MH.
Pekanbaru, Beritatimur.id-Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane melontar kritik terhadap kinerja penyidik Polda Riau yang ramai diberitakan media akibat ulah dua oknum penyidik di Subdit IV yang diduga melakukan "abuse of power" terhadap klien dari Tim Kuasa Hukum Delima Ida Tambunan dalam kasus tanah.
"Apa [melaporkan oknum penyidik] yang dilakukan kuasa hukum Delima Ida itu adalah langkah yang tepat dan sebagai upaya masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum serta perlindungan dari sikap sewenang wenang aparatur Polda Riau," ungkap Neta melalui percakapan whatsapp, Kamis (12/12/2019).
Menurut Pane, sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, Kapolda harus merespon laporan ini. "Sebab apa yang dilakukan dua anggota Polda Riau ini sangat mengganggu profesionalisme dan independensi kepolisian. Kedua anggota Polda Riau lebih mengedepankan sikap arogansi dan kesewenang wenangan," tegasnya.
Ia pun menyarankan kepada kuasa hukum, selain melapor kepada Kapolda, sebaiknya juga melaporkan kedua polisi itu ke propam Polda Riau dengan tuduhan telah melakukan tindakan sewenang wenang dan melanggar etika profesi kepolisian yang seharusnya mengedepankan sikap promoter (profesional, modern dan terpercaya) sesuai konsep Kapolri.
"Jika sikap arogansi dan kesewenang wenangan anggota Polri ini dibiarkan, kepastian hukum tidak akan pernah terbangun dan Polda Riau akan semakin dicibir masyarakat," pungkas Neta Pane.
Pernyataan IPW ini sebagai respon terhadap pemberitaan sebelumnya yang tayang di beritatimur.id,Selasa, 10/12/2019 | 01:46 berjudul : Tim Kuasa Hukum Delima Tambunan Mengadukan Oknum Penyidik ke Kapolda Riau.
Kuasa Hukum Delima Ida Tambunan kembali melakukan protes atas tindakan oknum penyidik Polda Riau yang menurut mereka beraroma penyalahgunaan wewenang. Kali ini Tim dari Kantor Advokat Tatang Suprayoga,SH,MH dan Rekan itu mengajukan permohonan klarifikasi tentang surat penetapan penggeledahan Pengadilan Negeri Pekanbaru, kepada Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi terkait kasus sengketa lahan klien mereka.
"Kami dari Kantor Advokat Tatang Suprayoga,SH,MH dan Rekan, hari ini, Senin tanggal 9 Desember 2019, secara resmi mengantarkan surat permintaan klarifikasi kepada Bapak Kapolda Riau terkait masalah hukum klien kami, yakni Delima Ida Tambunan selaku ahli waris dari (alm) Dumaria Pakpahan," kata Tatang Suprayoga, SH,MH melalui siaran pers yang diterima redaksi beritatimur, Senin (9/12/2019) malam.
Menurut Tatang dalam rilisnya, selain kepada Kapolda, surat permohonan klarifikasi juga disampaikan langsung kepada Dirreskrimum, Kabid Propam dan Kabag Wassidik Polda Riau.
Dijelaskan, surat permohonan klarifikasi yang juga ditembuskan kepada Kapolri dan Kadiv Propam Mabes Polri di Jakarta serta Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Kajati Riau, itu terkait "Surat Penetapan Penggeledahan Pengadilan Negeri Pekanbaru". Terdapat tujuh poin yang disampaikan dalam surat tersebut kepada Kapolda Riau.
"Intinya, yang tadi kami sampaikan dalam surat tersebut, bahwa berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Pekanbaru sudah jelas dan terang bahwa pemilik lahan adalah klien kami. Namun sampai saat ini pihak penyidik Polda Riau tidak menghentikan proses Penyelidikan Perkara. Bahkan semakin melakukan tindakan yang kami duga mencoba kriminalisasi," ungkap Tatang dalam rilisnya.
Pada point pertama, Kuasa Hukum Delima Ida Tambunan menyebutkan pihak Polda Riau tidak menghormati Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru dalam Perkara Perdata Nomor 29/PDT.G/2019/PN.PBR.
Kedua, Pihak Polda Riau diduga melakukan Perbuatan Melawan Hukum karena melakukan penggeledahan pada tanggal 27 November 2019 terhadap klien mereka yang dipimpin oleh AKP. Hendri Suparto,S.Sos, dari Unit 5 Subdit IV. "Namun (mereka) tidak menunjukkan surat Penetapan dari Pengadilan Negeri Pekanbaru tersebut," .
Ketiga, bahwa setelah pihaknya melakukan konfirmasi ke PN Pekanbaru, sebut Tatang, melalui Panitera Muda Pidana, ternyata tidak ditemukan data Registrasi Surat Penetapan tersebut. Dengan kata lain, PN Pekanbaru tidak pernah mengeluarkan surat persetujuan penggeledahan tersebut.
Keempat, Pengadilan Negeri Pekanbaru melalui Humas menyatakan tidak mungkin mengeluarkan Surat Penetapan Penggeledahan terhadap sebuah Perkara Perdata yang sudah diputus menang oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam surat klarifikasi itu kuasa hukum Delima Ida Tambunan juga mempertanyakan alasan pihak Polda Riau, yakni Kasubdit IV AKBP Rido Purba, SIK,MH, melakukan pemanggilan sebagai saksi terhadap Advokat Magang Wesly Samuel S Siburian,SH, agar menghadap AKP. Hendri Suparto,S.Sos dengan surat Panggilan Nomor : S.Pgl/1063/XII/2019/Reskrimum.
"Sementara yang bersangkutan merupakan Advokat Magang yang berkantor di Kantor Hukum & Mediator ROLAND L PANGARIBUAN, SH. Jelas kami merasa bingung, apa mungkin orang yang mengantar surat alat bukti surat tanah yang dileges kepada saudara Penyidik Pembantu dan atas Perintah Penyidik Pembantu (Brigadir Wandi Saputra,SH) dapat diperiksa sebagai saksi?" kata Tatang.
Kelima, kuasa hukum Delima Ida Tambunan melakukan pengaduan ini agar oknum Polda Riau seperti yang disebutkan di atas tidak mengulangi perbuatan terhadap masyarakat lainnya, karena akan berakibat merendahkan Harkat, Martabat, dan Wibawa Penegak Hukum serta demi Kepastian Hukum;
"Karena itu, demi tegaknya Reformasi Hukum kami meminta agar Bapak Kapolda Riau menindak tegas Oknum Polisi yang diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dan tidak Profesional dalam melaksanakan tugas," demikian Tatang Suprayoga.
Perbuatan Melawan Hukum
Dalam surat tersebut, pihak kuasa hukum Delima Ida Tambunan juga menyampaikan kepada Kapolda Riau adanya dua nomor laporan polisi (LP) dengan pelapor dan terlapor yang sama serta objek perkara yang sama.Masing-masing No. 436/XI/2017/SPKT/RIAU tanggal 11 Oktober 2017 dan No. LP/83/II/2018/SPKT/RIAU tanggal 25 Februari 2018. "Menurut pendapat kami, penerbitan 2 (dua) LP adalah Perbuatan Melawan Hukum," ujar Tatang.
Dalam rilisnya Tatang juga menjelaskan kronologis perkara tersebut yang berawal dari kasus perdata yang sudah dimenangkan oleh kliennya yakni ahli waris dari Dumaria Pakpahan yaitu Dina Dormina Tambunan dengan Putusan Nomor 29/PDT.G/2019/PN.PBR di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Dalam putusannya, PN Pekanbaru menolak provisi Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi; Menolak eksepsi Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi dan Tergugat II untuk seluruhnya.
Sedangkan Dalam Pokok Perkara, PN Pekanbaru: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi untuk sebagian; 2. Menyatakan Perbuatan Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan segala akibat hukumnya terhadap hak milik Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi, yaitu menguasai/ menduduki, yang terletak sebagaimana dahulu di Desa Labuh Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten TK Kampar, kemudian beralih menjadi Kelurahan Labuh Baru kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, sekarang dikenal jalBeringin Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru, Provinsi Riau;
Pada Point 4, PN Pekanbaru menyatakan alas hak Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi yaitu Surat Keterangan Ganti Kerugian register Nomor. 555/ 037- KT/ X/ 97 tanggal 20-10-1997 dengan ukuran luas 19.400 M2 dengan batas- batas sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Jalan Ukuran 194 M; Sebelah Selatan dengan Tanah Sulasmi Ukuran 194 M; Sebelah Timur dengan Jalan Ukuran 100 M; dan Sebelah Barat dengan Jalan Ukuran 100 M.
Dalam putusan itu, PN Pekanbaru menyatakan; (1) Sertipikat Hak Milik Nomor. 1466 tahun 1995 atas nama Almarhum Asnam Sunar Tergugat II yang sekarang Sertipikat Hak Milik Nomor. 3040 atas nama Syamsurizal dinyatakan tidak sesuai dengan objek yang dikuasai; (2) Menyatakan turunan produk Sertipikat Hak Milik Nomor. 1466 tahun 1995 atas nama Almarhum Asnam Sunar dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum atas objek tanah perkara aquo; (3) Menghukum Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi dan Tergugat II ataupun pihak lain yang mendapatkan hak dari Tergugat I Konvensi/ Penggugat Rekonvensi untuk menyerahkan dan mengosongkan tanah seluas 19.400 M2 dengan ukuran Panjang 194 meter dan lebar 100 meter terletak sebagaimana dahulu di Desa Labuh Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten TK Kampar, kemudian beralih menjadi Jalan Sidorukun RT.IV, RW. XIII, Kelurahan Labuh Baru kecamatan Tampan Kota Pekanbaru, sekarang dikenal jalan Beringin Kelurahan Sungai Sibam, Kecamatan Payung Sekaki Kota Pekanbaru, Provinsi Riau kepada Penggugat Konvensi/ Tergugat Rekonvensi sekaligus dan seketika;
PN Pekanbaru dalam bunyi putusan lainnya menyatakan: Menghukum Tergugat I Konvensi/ Penggugat rekonvensi dan Tergugat II untuk membayar biaya yang timbul dari perkara ini sebesar Rp. 6.895.000.00.- (enam juta delapan ratus sembilan puluh lima ribu rupiah)
Alamsyah,HH.SH.MH.