"Selamat Jalan Sang Legenda Tempo"
Jakarta - Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk, Toriq Hadad saat menjadi reporter di Majalah Tempo pernah membuat tulisan yang mengusik rezim Orde Baru. Pada 1993, liputan Toriq tentang pengadaan kapal dari Jerman oleh Menteri Riset dan Teknologi Bacharuddin Jusuf Habibie, menjadi salah satu titik besar dalam perjalanan Tempo di dunia jurnalistik.
Mengutip dari Edisi Khusus: Kecap Dapur Majalah Tempo Maret 2011, liputan Toriq itu bermula saat ia mewawancarai Deputi Analisis Industri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Suleman Wiriadidjaja di ruang kerjanya. Saat itu, gedung yang juga menjadi kantor Habibie itu mendadak riuh. Para pegawai keluar dari ruang-ruang kerja. Mereka bertanya satu sama lain.
Penasaran dengan keriuhan itu, Toriq menyela wawancara dengan pura-pura hendak ke toilet. Di luar ruangan, para pegawai lalu-lalang dengan muka cemas. "Ada kapal Jerman tenggelam di teluk di Spanyol," kata seorang pegawai.
Dahi Toriq berkerut. Tenggelam? Kapal perang Jerman Timur yang baru saja dibeli pemerintah Indonesia? Kok bisa? Antena wartawan Toriq tersengat. Ini berita besar, pikirnya.
Toriq masuk lagi ke ruangan Suleman. "Bagaimana bisa tenggelam, Pak?" Toriq langsung bertanya ke pokok masalah. Padahal pembicaraan sebelum ia ke toilet masih seputar tata cara pembelian 39 kapal perang eks Jerman Timur. Tanpa curiga, Suleman menjawab, "Ada beban kargo yang dicantelkan ke tubuh kapal."
Cantelan kargo itu milik TNI Angkatan Laut. "Ini melanggar prosedur keselamatan pelayaran," kata Suleman. "Bahaya. Kapal bisa terguling."
KRI Teluk Lampung nama kapal nahas itu. Ia merupakan satu dari 39 kapal perang Jerman Timur yang dibeli pemerintah. Meskipun uangnya belum ditransfer, Teluk Lampung adalah kapal kesepuluh yang sedang dilayarkan menuju perairan Indonesia. Saat itu suhu politik Jakarta sedang hangat karena Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad menolak harga yang diajukan Menteri Habibie.
Habibie mengajukan harga US$ 1,1 miliar. Padahal, saat dipesan dua tahun sebelumnya, harganya masih US$ 12,74 juta atau Rp 27,5 miliar atau US$ 189-378 ribu per unit. Perbaikan dan pengiriman membuat harga total menggelembung sampai US$ 760 juta. Menteri Mar’ie tak setuju.
Tenggelamnya kapal itu juga mengkonfirmasi temuan Fraksi Angkatan Bersenjata RI di Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelumnya, pada 1992, Fraksi ABRI berkunjung ke Jerman, mengecek kapal yang akan dibeli pemerintah.
Anggota Dewan mendapati kapal-kapal itu rongsokan belaka. Ketua Fraksi Abu Hartono mengatakan kapal itu sebagai besi tua. Waktu itu Habibie tetap ngotot meyakinkan bahwa kapal-kapal itu masih berfungsi baik.
Laporan Toriq ini menjadi awal liputan Tempo yang terbit pada edisi 11 Juni 1994. Kisah Teluk Lampung dan kejanggalan pembelian kapal itu terbit dengan sampul bergambar kapal dan berjudul menohok: 'Habibie dan Kapal Itu'.
Laporan itu memantik amarah pemerintah. Presiden Soeharto menegaskan pembelian kapal itu adalah inisiatif pribadinya dan dilakukan secara diam-diam atas permintaan pemerintah Jerman. Ia pun mengatakan pers yang mengeruhkan situasi dan mengadu domba. Ia pun menuduh itu sebagai gangguan pada stabilitas politik dan nasional. "Kalau tak bisa diperingatkan, akan kita ambil tindakan karena mengganggu pembangunan sebagai tumpuan kita," kata Soeharto.
Saat itu, Tempo menjadi satu-satunya media yang menulis pengadaan kapal Jerman itu. Akhirnya, pada bulan yang sama pemerintah membredel Tempo. Pada 21 Juni 1994 surat bredel keluar bersama dengan dua media lain, Detik dan Editor.
Hari ini, Toriq Hadad meninggal di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan setelah dirawat selama dua pekan.
MAJALAH TEMPO