Habis Manis Bupati Nganjuk Usai Di-OTT, Kini Tak Diakui Partai
Jakarta - PKB dan PDIP selaku partai pendukung saling lempar soal status kader Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat (NRH) yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) di kasus suap jual beli jabatan. Partai pendukung dinilai saling lempar tanggung jawab.
"Habis manis sepah dibuang. Ketika dulu pencalonan PKB dan PDIP saling klaim dalam mendukung NRH. Namun ketika terkena kasus korupsi mereka lempar tanggung jawab. Ini menandakan bahwa ketika pencalonan dulu diperebutkan karena NRH banyak fulusnya," ujar peneliti politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin, saat dihubungi, Senin (10/5/2021}
Menurutnya kedua partai politik itu harus bertanggung jawab kepada masyarakat karena mereka menjadi partai pengusung Novi Rahman. Jangan hanya tampil saat Novi Rahman berhasil dalam mengelola wilayah.
"Partai-partai politik hanya ingin enaknya. Ketika berkasus, tak mau pikul tanggung jawab. Mesti gentle, mesti bertanggung jawab mengakui kesalahannya. Dan meminta maaf ke publik," katanya.
Ujang menduga, alasan partai menjauh dari Novi, karena tak ingin elektabilitas partai hancur di Nganjuk bahkan nasional. "Lempar tanggung jawab antara PKB dan PDIP bisa saja karena PKB dan PDIP tak mau kena getahnya akibat kasus korupsi NRH," katanya.
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Aditya Perdana pun menjelaskan bahwa ada kondisi di mana partai mendekati Novi saat pencalonan dan setelah menang pemilu. Novi bukanlah kader partai asli dan merupakan pengusaha.
"Jadi satu hal penting, kepala daerah, dia sebelumnya bukan menjadi kader partai, tapi jadi kader partai setelah jadi kepala daerah untuk kebutuhan partai sendiri. Anies Baswedan (Gubernur DKI), pernah ditanya (bakal masuk partai mana), Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat) juga pernah ditanya, istilahnya untuk menderek suara partai dalam pemilu atau pilkada," kata Aditya.
Namun, kondisi berubah saat kepala daerah terkena kasus korupsi. Partai politik benar-benar meninggalkan Novi.
"Mereka blak-blakan ngaku butuh figur untuk menguatkan. Saya aneh, ketika urusan korupsi malah lempar sana, lempar sini. Padahal itu tanggung jawab partai yang bersangkutan. Jangan hanya klaim saat menangnya saja. Istilahnya habis manis sepah dibuang," katanya.
Seperti diketahui, Rahman ditangkap KPK-Bareskrim karena diduga menerima suap terkait jual-beli jabatan di Kabupaten Nganjuk. Uang ratusan juta rupiah juga disita KPK dalam OTT Rahman.
PKB menyatakan Novi Rahman Hidayat bukanlah kader mereka. Sekretaris Gerakan Sosial dan Kebencanaan DPP PKB Luqman Hakim membagikan tautan video di media sosial yang berisi pernyataan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Dalam video tersebut, Rahman menyatakan diri sebagai kader PDIP.
"Bersama ini kami kirimkan link video di kanal YouTube yang berisi pengakuan langsung Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat sebagai kader salah satu partai politik, di mana partai politik tersebut bukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)," kata Luqman dalam keterangannya, Senin (10/5).
Namun, DPD PDIP Jatim yang membantah bahwa Novi adalah kadernya. Wakil Ketua DPD PDIP Jatim Deni Wicaksono mengatakan bahwa Bupati Novi telah diakui sebagai pengurus DPW PKB Jatim usai Musyawarah Wilayah PKB Jatim yang berlangsung pada 9 Januari 2021.
Bahkan, Novi diumumkan oleh Sekretaris PKB Jatim Anik Maslachah sebagai wakil ketua DPW PKB Jatim Periode 2021-2026.
"Waktu itu kita baca beritanya yang sangat luas di media bahwa Pak Novi masuk kepengurusan PKB Jatim. Oh ya sudahlah, itu pilihan politik beliau, meskipun pada waktu Pilkada Nganjuk 2018, Pak Novi diusung bersama oleh PKB, PDI Perjuangan, dan Hanura. Tapi kalau memang Pak Novi memilih PKB dan itu sudah diumumkan resmi oleh Sekretaris PKB Jatim Bu Anik Maslachah, ya monggo," ujar Deni Wicaksono dalam keterangannya yang diterima detikcom, Senin (10/5).
detik.com