Petani Hutan Pengaju Perhutanan Sosial Sepulau Jawa Menginap di KLHK
foto suaramerdeka.com
JAKARTA, Beritatimur.id - Ratusan Ketua kelompok hutan (KTH) pengaju Program Perhutanan Sosial (IPHPS) menginap di gedung Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK ), Rabu (5/2).
Hal ini dilakukan, sebagai bentuk kekecewaan terhadap sikap pihak KLHK yang seolah-olah mempermainkan ratusan ribu petani pengaju IPHPS yang sudah menunggu lebih 2 tahun, serta berkonflik dibawah dengan Perum Perhutani.
Menurut Deputi Kebijakan, Hukum dan Advokasi Gerakan Masyarakat Perhutanan Sesial Indonesia, Carkarya, pada tanggal 26 - 27 Desember 2019 lalu, Perwakilan kelompok tani hutan melakukan rapat penentuan Tuplah (Tutupan Lahan) dengan Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL). Ahirnya mendapatkan kesepakatan terkait luasan dan Peta Objek Perhutanan Sosial.
"Rapat tersebut pihak PKTL tidak memperhatikan Permen LHK No.39 Tahun 2017 Pasal 4 Ayat 2 terkait kondisi khusus Objek Perhutanan Sosial, yang menyangkut kemiskinan, konflik, ketimpangan, dan lain-lain. Sehingga menghasilkan luasan yang jauh lebih kecil dari usulan pengajuan." papar Carkarya.
Sementara itu, Rozikin selaku Pendamping pengaju Program IPHPS mengaku, perlakuan serupa juga dilakukan oleh Direktorat Jendral PSKL, terbukti dengan acara rapat yang rencana dilaksanakan hari ini gagal dilakukan.
Lebih lanjut Rozikin menambahkan, secara mengejutkan peta objek Perhutanan Sosial berubah lebih kecil, mereka beralasan bahwa ini hasil dari PKTL. "Ketua KTH merasa kecewa dengan sikap KLHK yang tidak konsisten dan tentunya merugikan Petani Hutan," imbuh Rozikin.
Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia (Gema PS Indonesia) sudah melakukan Audiensi dengan Presiden pada 10 Oktober 2019 lalu. "Bulan Oktober - November KLHK melakukan Sinkronisasi Verifikasi Subjek dan Objek, mereka juga berjanji akan segera menerbitkan SK Ijin IPHPS pada Bulan Februari 2020 ini," jelasnya.
Sementara peserta aksi, Diryo mengatakan, dirinya bersama teman-teman datang untuk meminta kejelasan. "Saya datang kesini pakai duit ongkos sendiri, tolong dihargai," ungkap Diryo, petani asal Kabupaten Tegal.
sumber: suaramerdeka