Pakistan Minta Indonesia Tinjau Kebijakan Pungutan Ekspor CPO
Pakistan menjadi negara
yang merupakan pasar terbesar ketiga ekspor sawit Indonesia. Negara ini
mengimpor lebih dari 80 persen kebutuhan sawitnya dari Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut, Duta Besar (Dubes) RI untuk Pakistan,
Iwan Suyudhie Amri saat menjadi fasilitator pertemuan Indonesia-Pakistan
Palm Oil Joint Commitee (IP-JPOC) mengatakan perlu upaya
berkesinambungan untuk merawat pasar dalam rangka mempertahankan posisi
sawit Indonesia di Pakistan.
IP-JPOC dibentuk pada
Maret 2017. Lahir dari gagasan Dubes Iwan S Amrie yang disampaikan pada
kesempatan seminar sawit Indonesia-Pakistan di Karachi pada Januari
2017. IP-JPOC menjadi forum komunikasi bagi pelaku industri sawit di
kedua negara untuk membahas sekaligus mencari solusi yang saling
menguntungkan dari berbagai masalah yang menjadi concern kedua belah
pihak.
Rilis yang diterima dari KBRI Islamabad menyebutkan, dalam pertemuan
IP-JPOC di Karachi beberapa hari lalu, dibahas tiga isu pokok yaitu
pungutan ekspor CPO, kerja sama investasi dan ketidakseimbangan
perdagangan Indonesia-Pakistan.
Mewakili kepentingan
industri sawit Pakistan, Sheikh Atif Rasheed Ketua Pakistan Vanaspati
Manufacturers Association (PVMA) menyampaikan harapan agar Pemerintah
Indonesia dapat meninjau kebijakan pengenaan pungutan ekspor CPO yang
membebani importir Pakistan dan berdampak pada tutupnya pabrik refinery
minyak sawit di Pakistan. Menurutnya harapan tersebut relevan karena
Pakistan mengalami defisit perdagangan yang besar dengan Indonesia. Isu
lain yang diajukan adalah pentingnya penyelesaian perbedaan metode
pengukuran volume densitas pengiriman produk sawit (landed weight
issue).
Menanggapi hal tersebut Mahendra Siregar, Staf Khusus Menteri Luar
Negeri (Menlu) RI untuk Penguatan Program Prioritas serta Tohari
Sitanggang, Sekjen GAPKI, menyampaikan bahwa pengembangan kerjasama
perdagangan sawit dapat lebih diperkuat termasuk melalui kerjasama
investasi industri sawit di Pakistan sehingga nilai tambah proses
industri dapat dirasakan oleh kedua belah pihak.
Kerjasama investasi juga
memungkinkan Pakistan dapat memanfaatkan pasar produk sawit di negara
ketiga dengan ketersediaan bahan baku yang lebih predictable dan
sustainable dari Indonesia. Dengan demikian, Indonesia dan Pakistan
diharapkan akan menciptakan kerjasama perdagangan yang
berkesinambungan. Mengenai ketidakseimbangan perdagangan, Staf
Khusus Menlu menekankan bahwa Indonesia telah memberikan tambahan 20
(dua puluh) pos tarif yang diminta Pakistan secara unilateral yang
sangat jarang terjadi dalam suatu mekanisme perjanjian perdagangan.
Dalam kesempatan yang sama, State Minister of Maritime Affairs Pakistan
yang hadir dalam pertemuan IP-JPOC mengundang investor Indonesia juga
dapat memanfaatkan peluang investasi infrastruktur pelabuhan dan dermaga
di Pelabuhan Karachi, Qasim, dan Gwadar, termasuk untuk memperluas
perdagangan sawit.
Sebagai tindak lanjut pembahasan terhadap tiga isu tersebut, pertemuan
IP-JPOC sepakat membentuk sub komite dibawah IP-JPOC yang beranggotakan
wakil-wakil dari Indonesia dan Pakistan yang akan diajukan oleh asosiasi
masing-masing dalam waktu dekat.
Delegasi Indonesia dalam pertemuan IP-JPOC terdiri dari Dewan Minyak
Sawit Indonesia (DMSI), GAPKI, MAKSI, BPDP KS dan KBRI; sementara
delegasi Pakistan terdiri dari PVMA, APSEA, PEORA, PSMA, MM Group, dan
Sufi Group.
Sumber:http://www.clbsnet.com/2018/01/pakistan-minta-indonesia-tinjau.html